Di bidang industri, pengertian animasi sampai pertengahan 90-an lebih dikenal sebagai tempat kerja “padat karya†yang tentunya menggembirakan pihak Departemen Tenaga Kerja. Beberapa studio antara lain : Evergreen, Marsya, Bintang Jenaka, lebih banyak memusatkan pada pengerjaan in between, clean up bahkan sampai dengan tracing dan painting, dari film-film serial TV animasi dari Jepang dan Amerika (termasuk dari Disney). Gambar utama (Keys), di datangkan dari negeri masing-masing.
Tak cuma Indonesia yang kecipratan kinerja tersebut Hong-Kong, Korea Selatan, Filipina, dan Muangthai sudah lebih dahulu dengan kegiatan padat karya tersebut. Penyebab utamanya adalah alasan ekonomis bagi produser mancanegara karena tenaga “padat karya†di Negara mereka sudah sangat mahal. Sebagian dari kita menganggap, pengerjaan itu tak lebih semacam pengerjaan “konfeksi†di pabrik Garment. Hanya melahirkan orang-orang terampil, teliti, dan tekun.
Karena perkembangan animasi di Indonesia dirasa kurang mengalami kemajuan yang berarti terutama dalam hal industri, beberapa animator merasa perlu untuk membuat suatu komunitas tempat saling bertukar informasi dan pengalaman dalam menghadapi kenyataan tidak mudahnya usaha mempersatukan visi diantara pekerja animasi. Maka ANIMA (ASOSIASI ANIMASI INDONESIA) didirikan pada tahun 1993 oleh beberapa tokoh antara lain Mulyono, pengelola studio yang memperkerjakan sejumlah in-betweener film-film mancanegara, Amoroso Katamsi (Direktur Utama PPFN), Daniel Haryanto, Wagiono, Denny A Djunaid, Johnny Jauhari (Dosen Fakultas Seni Rupa Universitas Trisakti) dan Dwi Koendoro. Sampai saat ini komunitas ini masih berjalan meskipun dengan sedikit sekali kegiatan. ANIMA adalah asosiasi animasi yang berdiri dibawah payung ASIFA atau Asosiasi Animasi Internasional. Adapun ketua ANIMA saat ini adalah Gotot Prakosa yang sekaligus sebagai ketua ASIFA perwakilan Indonesia.
Pada awal tahun 2004, AINAKI berdiri atas inisiatif Bpk. Narliswandi (Iwan) Pilliang dan Bpk. Achmad Hirawan, segera setelah mereka berbincang-bincang dengan pihak Deperindag tentang dunia animasi di Indonesia. Kemuadian Bpk. Narliswandi menghubungi Bpk. Denny A. Djoenaid, Bpk. Kemal Sudiro dan Bpk. Glenn Tumbelaka untuk turut serta dalam kepengurusan AINAKI.
Bpk. Denny A. Djoenaid, kemudian mengajak rekan-rekan animatornya seperti : Bpk. Deddy Syamsuddin, Bpk. Arnas Irmal, Bpk. Rully Rochadi, dan Poppy Palele, juga kemudian Bpk. Denny mengajak rekannya yang non-animator yaitu Ibu Peni Cameron, untuk ikut serta dalam maksud pendirian AINAKI ini. Setelah ber-konsultasi beberapa kali dengan pihak Deperindag, Depdikbud dan Ditjen HAKI, maka pada tanggal 8 Juni 2004, di langsungkanlah acara “TEMU USAHA” di gedung Bidakara Jakarta Selatan, dengan mengundang para praktisi, pengusaha, dan pengelola studio animasi yang ada di Indonesia.
Pada acara Temu Usaha tersebut yang dihadiri oleh ± 160 peserta itu, menghasilkan deklarasi pendirian AINAKI, dengan susunan pengurus yang pertama sebagai berikut :
- Clearing House : Kemal Sudiro, Glenn Tumbelaka, Rully
Rochadi - Ketua Umum : Denny A. Djoenaid
- Sekretaris Umum : Narliswandi Pilliang
- Wakil : Achmad Hirawan
- Support : Wendy Chandra
- Bendahara : Peni Cameron
- Wakil : Sari Effendy
- Ketua Komite Tetap 2D : Poppy Palele
- 3D : Arnas Irmal
- ICT Interactive : Wong Dik Liem
- Pendidikan : Deddy Syamsuddin
Munculnya AINAKI (Asosiasi Animasi Industri dan Konten), perlu didukung oleh semua personel yang terlibat dalam mengembangkan animasi di negeri tercinta ini, karena beberapa wadah animasi lainnya di Indonesia rata-rata tidak bisa bertahan lama. Setelah berjalan dua tahun beberapa kota yang ditunjuk sebagai “Animation Centre†telah bergabung menjadi cabang Ainaki. Kota tersebut antara lain Malang, Yogyakarta, Bali, Bandung dan Jakarta. (AR)